Halaman

NEW POST!

Publikasi Baru di Jurnal My Food Research

Senang sekali bisa berkesempatan untuk berkontribusi sebagai co-author bersama Ibu Putri Widyanti Harlina, S.Pt., M.Si., M.Eng., Ph.D. dan ...

Kamis, 07 Februari 2019

Ikhtisar Cinta: Kilas Balik

"..don't wanna feel another touch
don't wanna start another fire
don't wanna know another kiss
no other name fallin' off my lips.."
(Lady Gaga - I'll Never Love Again)

Sore ini, ditengah terjangan angin yang hilir mudik membawa hujan, aku sejenak melepas penatku setelah hampir berjam-jam aku bertatap dengan layar laptop, ku matikan playlist lagu yang sedang ku dengarkan. Rasanya ingin cepat ku selesaikan laporan praktikumku. Baiklah, aku rehat sejenak. Rehat bukan bermakna melemaskan ototku yang tegang karena seharian aku harus bergelut dengan angka dan rumus. Rehat bukan bermakna aku mengistirahatkan mataku dari deretan huruf yang sudah tak ku sadari berapa puluh ribu kata aku menuliskannya.

Ku tutup semua pekerjaanku, lalu ku lihat sejenak layar utama laptopku. Yap, fotoku dan calon istriku. Aku merasa bersyukur bisa menyebutnya demikian. Sempat berpikir, seribu tanya "Apa aku mimpi?" pasalnya sampai hari ini aku seolah berada dalam imajiku, maksudku-begitu bahagianya aku memiliki dia sebagai calon istriku.

Namanya Anisha Yuniawati Firdaus, dia satu kampus denganku, rencananya seusai kuliah, kami akan melanjutkan hubungan ini ke langkah yang lebih serius. Pasalnya saat ini, kami hendak menyelesaikan beberapa kewajiban kami, sebelum menambah kewajiban baru. Masih tak menyangka, kadangkala aku tersenyum hanya dengan melihat fotonya. Aneh. Gila. Tapi memang demikian adanya.

Aku mengingat-ingat, saat pertama kali aku melihatnya, ya hanya aku. Tepatnya saat kami berdua dipertemukan di satu kampus dalam keadaan masih dalam masa orientasi universitas. Aku, seorang perantauan dari kota kecil di Jawa Barat, berharap menemukan tempaan pengalaman kala aku harus jauh dari orangtua, meskipun masa sekolah menengah pertama dan atasku dihabiskan di pondok pesantren, tapi perasaan shock culture itu masih ada. Hari Sabtu yang tak terlalu cerah, mahasiswa baru kampus tersebut diundang untuk menghadiri technical meeting terkait kegiatan orientasi universitas. Aku masih ingat betul, dia berdiri di samping pos satpam, di tengah riuhnya manusia saat itu, hanya dia yang menyita perhatianku. Tak terlalu diambil hati, ku biarkan saja, dan ku nikmati saja pandangan mataku yang tak lepas memperhatikannya. Hingga esok dan esoknya lagi, intensitasku untuk bertemu dengannya makin sering. Sialnya, hatiku seolah menerima resonansi yang entah dari mana datangnya. Saat itu, aku melihat ia sebagai wanita yang berbeda dengan yang lainnya, ia mampu menyita seluruh perhatianku, padahal aku orang yang tak terlalu peduli dengan orang lain, termasuk hanya untuk terdiam dan memperhatikan seseorang.

Hal yang mengherankan mulai terjadi, lama-lama aku jadi sering membayangkan dia dalam setiap lamunanku, entah itu saat aku diam, istirahat bahkan saat tak melakukan apa-apa sekalipun. Hingga akhirnya aku bertanya pada temanku yang kebetulan satu kelompok dengannya, itulah kunci pertama yang berhasil aku buka, aku tahu siapa dia!

Di kelas mata kuliah umum, aku sering menemukannya, kita ternyata satu kelas dalam beberapa mata kuliah, bahagianya aku! Setidaknya, saat aku pusing dengan materi kuliah, sesekali aku bisa menyegarkan pikiranku dengan menoleh ke belakang, pasalnya dia selalu duduk di belakangku. Hari-hariku menjadi lebih bersemangat jika aku hendak satu kelas dengannya. Sampai-sampai, kedatangannya ke kelas sangat ku tunggu sekali, dengan celana jeans dan sweaternya yang khas, ia beda!

Perjalanan ini masih jauh, namun aku harus menghentikan jemariku karena lantunan adzan sudah memanggilku.


Aku juga masih ingat, waktu itu aku diberi mandat untuk mengikuti salah satu program pemerintah perihal pengembangan gagasan teknologi. Proyekku yang tidak mencerminkan program studiku, memaksa aku untuk mencari tim yang linear dengan proyek yang aku jalankan, karena berhubungan dengan teknologi, kelistrikan, yak aku pilih dia sebagai partnerku. Hampir tak bisa ku ukur seberapa bahagianya aku!

Tak ingin terlalu lama, kami berpartner dalam menyelesaikan proyek ini. Meskipun saat itu aku sangat fokus, namun aku selalu memperhatikannya, mencoba mengenalnya lebih dalam. Cara dia bertutur, bersikap, berkomunikasi, semakin membuat aku yakin, Dia beda!.
Semakin hari semakin aku jatuh dalam perasaanku, aku gundah, gulana, gusar dan risau. Hendak ada apa yang mendatangiku?. Untuk mengusir rasa itu, aku mencoba mencari-cari instagram miliknya, karena obrolan kami di proyek tidak sejauh itu. Anisa, Annisa, Anisha Yuniawati, hasilnya nihil.

Aku masih takut, Apakah aku jatuh cinta?. Pertanyaan-pertanyaan itu, membuatku kebingungan sendiri, pada siapa aku harus berbicara? Langsung padanya? Sinting! Dia pasti menolakmu!

Hari demi hari aku habiskan dengan perasaan yang sesak di dada, makin hari pula makin aku menyadari bahwa aku benar-benar jatuh cinta padanya, orang yang aku temui dalam keadaan beda dari wanita yang lain. Beberapa bulan setelah proyek kami selesai, aku mencoba memberanikan diri untuk membicarakan hal ini padanya, aku tak peduli sehancur apa hatiku kalau-kalau ia menolak, yang aku tahu saat itu, aku benar-benar jatuh cinta.

dan, benar..

Aku dianggapnya gila! Aku, orang yang baru kemarin mengenalnya, dengan lancang mengungkapkan perasaan cinta. Tapi bagiku, tak masalah, karena aku benar-benar mencintainya. Akhirnya kami memutuskan untuk tetap menjaga komunikasi, sambil saling mengenal, aku makin terbawa olehnya, aku makin jatuh ke dalam kubangan perasaan yang makin dalam. Mungkin, inilah jatuh yang tak pernah mau aku bangkit darinya. Jatuh cinta!

Hingga suatu hari, kami harus dipisahkan karena ia bilang katanya sedang menunggu jawaban dari pria lain, sungguh itu sangat memporak porandakan perasaanku. Bagaimana tidak, aku sudah terjatuh dan tenggelam semakin dalam, lalu aku menyadari bahwa aku jatuh dalam hal yang salah. Tanpa berpikir panjang, aku blok kontak miliknya. Aku pikir itu tindakan yang wajar dan menyehatkan, mengapa tidak? Aku, seorang lelaki yang dengan sangat tulus jatuh cinta pada seorang wanita, harus dibalas dengan hal semacam ini. Aku blok saja kontaknya, dan aku sisakan kontak yang masih bisa di akses, yakni instagram - setidaknya dengan direct message, atau aku melihat story nya, aku merasa tenang. Aku sakit, tapi tak pernah membenci, mungkin karena rasa sayangku yang amat besar.

Hari-hari aku jalani dengan sangat berat, aku seolah kehilangan separuh jiwaku, semangatku. Luntang-lantung tak jelas, hanya mengikuti kemana arus membawa. Aku benar-benar ada di titik terendah, bagaimana tidak, aku yang tulus jatuh cinta, harus berakhir seperti ini.

"Bagaimana bisa, aku lupakan yang tak mungkin dilupakan. Aku selalu cinta, tapi kamu tidak.." (Kotak - Selalu Cinta)

Aku harus menjadi orang lain, aku harus pura-pura tegar saat berhadapan dengannya. Aku harus menahan rasa cemburuku saat dia berbagi tawa dengan pria lain. Aku lebih memilih untuk menyendiri, ketimbang harus bertemu dengannya dan menjadi orang lain, yang sok kuat dan tegar. Entahlah, selama satu hingga dua bulan-waktu itu, aku menjadi asing bagi diriku sendiri, karena harus berlama-lama menjadi orang lain. Aku menutup pintu hatiku rapat-rapat dari orang lain, kalaupun ada yang datang, tak kubiarkan masuk kedalam hatiku, karena di dalamnya terdapat memoar, monumen perasaan dalam rentang waktu yang panjang, bagaimana tidak, untuk menyimpulkan bahwa aku jatuh cinta saja perlu waktu satu tahun.

Menginjak bulan ketiga, dengan perasaan yang sama, dia menghubungiku, memintaku untuk menemuinya. Amarah, Luka, Cinta, menyatu dan entah apa jadinya. Hingga akhirnya, hari selasa, selekas aku selesai kelas, akhirnya kami bertemu dan saling membicarakan apa yang sebetulnya terjadi. Sungguh, aku tak bisa menahan tangis, aku tak bisa kembali mengingat pada hari-hari yang sangat menyedihkan bagiku. Akhirnya, tanpa berpikir panjang, kami mau membangun kembali sebuah bangunan yang sempat terhenti, sengaja tak aku hancurkan, karena aku hanya ingin membangun ini dengannya, aku selalu menyebut bangunan ini Rumah.

"Kaulah rumah, tempat aku merasakan kenyamanan, ketentraman dan kedamaian. Sejauh apapun aku menjadi bukan aku, namun saat aku kembali padamu, aku kembali padaku.." (Twitter pribadi)

Sedikit kilas balik, sengaja aku menulis, takut-takut aku lupa, tapi bukan lupa perasaan indahnya, aku hanya takut dimakan lupa. Ku abadikan ini dalam tulisan, tak ku simpan sendirian.

1 komentar: